Bandung [SuaraJabar.Com] - Nasib pedagang pasar tradisional sudah di
ujung tanduk, duka berselimut kepentingan mewarnai kehidupan para
pedagang yang kini menunggu nasibnya.
Kebakaran pasar, itu menjadi misteri yang selalu hadir dalam
pemberitaan media dan menjadi kejadian yang sangat lajim terjadi.
Kerugian yang tidak bisa terhitung dan tak terelakkan dialami oleh para
pedagang dan jaringan perdagangan yang menyertainya. Karena biasanya
barang dagangan yang ada di los/ toko adalah barang titipan yang dibayar
setelah barang terjual.
Keberadaan pasar tradisional menjadi denyut nadi perekonomian rakyat
Indonesia. Eksistensinya terus terjaga, meski gempuran supermarket dan
minimarket kian tak terbendung.
Pasar tradisional mempertahankan ciri tradisionalnya, yaitu adanya
tawar menawar dan interaksi antara pedagang-pembeli. Pembeli bisa
merasakan kepuasan tersendiri ketika berhasil mengurangi harga yang
ditawarkan pedagang, atau beralih ke pedagang lain ketika tidak tercapai
kesepakatan harga.
Terbakar atau dibakar ?
Ada beberapa factor terjadinya kebakaran bisa ‘terbakar’ bisa juga
‘dibakar’. Terkadang karena Kondisi bangunan dan utilitas sebagian besar
pasar tradisional yang tidak memadai (bahkan tidak layak), sangat rawan
menyebabkan terjadinya kebakaran. Banyaknya penyambungan kabel dan
instalasi listrik secara mandiri oleh pedagang menyebabkan tidak adanya
standar keamanan. Sambungan mandiri menekankan fungsi tanpa
memperhatikan faktor keamanan jaringan.
Kebakaran pasar tradisional juga seringkali terjadi karena
‘disengaja’. Bisa jadi karena usia bangunan yang sudah udzur, model
bangunannya yang ketinggalan atau tidak layak lagi secara konstruksi
karena daya tampung yang tak lagi memenuhi syarat sehingga pasar harus
ditata ulang atau direnovasi.
Diskusi renovasi dengan stakeholder pasar tradisional biasanya alot,
lama dan tidak kunjung menemui kata sepakat. Pedagang biasanya
menganggap pasar tradisional masih layak, sementara pemerintah
menganggapnya sudah tidak lagi layak dan harus ‘dibangun’ lagi. Tarik
ulur hampir pasti selalu terjadi dan menghabiskan banyak waktu serta
energi. Kebakaran jenis ini biasanya dilakukan demi kepentingan
segelintir orang yang menghendaki keuntungan dan kesenangan pribadi
diatas penderitaan ribuan orang.
Revitalisasi pasar tradisional memang perlu terus dilakukan untuk
memelihara eksistensinya, namun Pemerintah pusat juga terus melakukan
upaya agar pemerintah daerah seharusnya tidak melakukannya dengan cara
‘membakar’, karena api yang membakar bangunan dan barang dagangan tak
akan mampu memadamkan semangat para pedagang pasar di Indonesia untuk
tetap menjadi entrepreuner lokal yang menggerakkan nadi perekonomian
rakyat kecil. (san/sj)